SEJAK digulirkan kebijakan
atas kemerdekaan dan kebebasan Pers di indonesia pasca reformasi 1998,maka
peranan media massa mulai mengalami perubahan paradigma dari sarana informasi
publik menjadi sarana kontrol publik. Hal ini jika dipandang dari perspektif
dinamika politik tentu menjadi sebuah kekuatan positif baru bagi adanya peran
kontrol publik yang diemban oleh media massa namun tentu juga dapat menjadi
sebuah persoalan baru jika peran kontrol publik ini disalahgunakan. Tidak heran
karena dalam tiap putaran waktu 24 jam Media massa telah menjadi pusat
perhatian jutaan pasang mata masyarakat indonesia.
Kemerdekaan dan kebebasan pers memang
seharusnya dijunjung tinggi oleh semua pihak agar sejalan dengan nafas
reformasi dan semangat pembangunan demokrasi yang dicita – citakan masyarakat
indonesia. Namun persoalan yang dihadapi saat ini dimana beberapa media massa
dimiliki oleh elit – elit politik. Hal ini tentunya banyak sedikit telah
mengakibatkan media massa telah difungsikan untuk mendukung atau menyerang
lawan – lawan politik dari elit pemilik media massa tersebut.
Apabila kita amati lebih fokus dan serius maka kita dapat
menemukan pada momentum pra pilpres, saat pilpres dan pasca pilpres di
indonesia yang euforianya masih dirasakan sekarang ini dimana kekuatan media
massa memang telah nyata disalahgunakan sebagai alat kepentingan politik
pihak-pihak tertentu untuk saling menyerang atau memberikan informasi, opini,
kritik, isu dan pernyataan yang saling menjatuhkan bukan saling membangun
hingga masyarakat menjadi semakin bingung.
Politik adalah pertemuan dan pertentangan dua atau lebih
kepentingan untuk memperoleh, menjalankan atau mempertahankan kekuasaan. Jika
memiliki kepentingan yang sama maka akan menjadi sebuah koalisi kekuasaan namun
sebaliknya jika memiliki perbedaan kepentingan maka akan ada sebuah oposisi dan
konfrontasi kekuasaan. saat inikiranya ruh politik praktis tengah merasuki
tubuh media massa hingga menjadi tidak sadarkan diri akan fungsi dan peran yang
sebenarnya sebagai pilar demokrasi yang bernafaskan semangat reformasi.
Kehadiran Negara yang diwujudkan lewat
Dewan Pers maupun Komisi Penyiaran Indonesiadinilai kurangcepat merespon dan
mengambil sikap sebagai mediator, penengah, pengawas maupun sebagai alat
penindakan yang memberikan rambu – rambu larangan yang harus dipatuhi untuk
menghentikan Pertarungan kekuatan media massa ini.
Kerugian yang besar bagi masyarakat karena tidak
mendapatkan hak - hak informasi publik yang layak dan objektif. Kita lihat
dalam fenomena pemilu saat ini muncul berbagai lembaga survey yang identitas
keilmiahannya masih patut diragukan, masih banyak perdebatan dalam persoalan
kevalidan dan keaslian data serta motif yang mendasari survey.
Jika persoalan ini tidak dipandang secara serius, maka
siapapun presiden yang akan memimpin indonesia kedepan tentu akan ikut
terjerumus dalam pusaran permainan politik media massa yang syarat kepentingan
lawan-lawannya. Elit – elit politik yang tidak bertanggung jawab telah
meniupkan ruh politik praktis maka sudah seharusnya Dewan Pers maupun KPI
meruqiahkannya agar kembali kepada fitrahnya sesuai dengan undang – undang Pers
yang telah melahirkannya. (LB)
0 comments:
Post a Comment